Tradisi Maulid Nabi alias pemperingati kelahiran Rasulullah saw terjadi di semua negeri Islam. Secara khusus Nabi Muhammad saw memang tidak pernah memerintahkan hari kelahirannya diperingati. Karenanya, tradisi ini pun tidak bisa dikatakan masyru (disyariatkan). Tapi “kebiasaan baik” ini juga tidak bisa dikatakan berlawanan dengan ajaran Islam, asal esensinya tetap terpelihara. Yakni, dalam rangka meresapi nilai dan hikmah yang terkandung di dalamnya.
Secara seremoni, Maulid Nabi dimulai pada masa kepemimpinan Shalahuddin al-Ayyubi, sang komandan yang berhasil merebut Jerusalem dari invasi Pasukan Salib. Setelah kegiatan ini terbukti mampu membawa umat Islam pada pencerahan dan selalu meneladani Nabi Muhammad saw, menambah ketakwaan dan keimanan umat, kegiatan ini pun berkembang ke seluruh wilayah Islam, termasuk Indonesia.
Kini tantangan dan godaan umat Islam dalam menggapai ketaatan pada Allah SWT dan Rasul-Nya kian hari kian berat. Para penjual kemaksiatan, kemunkaran dan muharamat kian getol menjajakan dagangannya dengan memanfaatkan semua saluran media yang saat ini ada di dunia.
Tak heran jika Pemimpin Umum Perguruan Islam As-Syafi’iyah yang juga Ketua Umum Kisdi KH Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie mengibaratkan, ”Andaikan sepekan sekali kita ngaji, mendalami Islam, mendalami al Qur’an, al Hadits dan semua kitab buah ijtihad para ulama ternama, belum sebanding dengan besarnya godaan, rintangan, halangan dan hambatan kemaksiatan yang harus kita taklukkan saat ini.”
Untuk meresapi lebih dalam teladan Rasulullah saw terkait dengan momen Maulud Nabi, Wartawan Sabili Dwi Hardianto dan Fotografer Arief Kamaluddin berbincang-bincang dengan ulama Betawi ini. Perbincangan dilakukan di rumahnya kawasan Jl Masjid al-Barakah, Bali Matraman, Jakarta Selatan, Senin (10/3). Berikut petikannya:
Apa pentingnya Maulid Nabi saw ketika kondisi bangsa saat ini?
Keruntuhan akhlak terjadi di sekitar kita hingga ke desa-desa terpencil di seluruh negeri ini. Memang masih ada majelis-majelis taklim, pengajian, halaqah dan siar-siar agama Islam lainnya. Tapi, munkarat, muharamat dan maksiat juga menyebar ke seluruh negeri. Contoh kecil, berdasarkan survei tiga tahun lalu, Penyakit Menular Seksual (PMS) menjalar ke mana-mana. Survei yang sama juga menyimpulkan, 50% wanita di Indonesia termasuk remaja telah melakukan seks pranikah.
Survei lainya di Yogyakarta tiga tahun lalu, 97,02% mahasiswinya tidak perawan lagi. Saya juga membaca, 40% pecandu narkoba di Bandung adalah pelajar. Alangkah malangnya nasib kedua orangtua yang telah melahirkan dan membiayai anaknya di Yogyakarta, Bandung atau kota-kota lain. Mereka khusnudzan anaknya baik-baik saja, padahal sebagian dari mereka akhlak dan moralnya rusak. Kini, orangtua sebaiknya lebih banyak menangis daripada tertawa melihat dan membaca informasi seperti ini.
Hal-hal seperti ini apa sebabnya?
Ada banyak faktor. Salah satunya, kemiskinan yang melanda sebagian besar penduduk negeri ini. Lapangan kerja makin sempit, pengangguran terus meningkat, PHK terjadi di mana-mana, harga-harga kebutuhan pokok meningkat, biaya pendidikan dan kesehatan sangat tinggi. Apalagi jika keiman tipis. Akibatnya, terjadilah kasus-kasus yang sangat menyedihkan seperti, tukang ojek bunuh diri karena motornya ditarik majikannya sehingga ia tak bisa cari nafkah, ibu dan dua anaknya mati kelaparan di Makassar dan lainnya.
Pemimpin negeri ini dan pejabat birokrasi karena lemahnya iman dan akhlak, akhirnya banyak yang korupsi. Nabi saw bersabda ”Bagi tiap-tiap umat ada fitnah ujian. Ujian umatku yang paling besar adalah harta.” Ujian ini akan menimpa siapapun, mulai para fakir hingga RI 1 dan para konglomerat terkaya akan menerima ujian ini. Yang fakir ”jungkir balik” untuk sekadar dapat makan, para konglomerat apalagi konglomerat hitam juga ”jungkir balik” menjelaskan asal-usul hartanya menghindari hukum, jika perlu, perangkap suap ia tebarkan.
Kaitannya dengan Maulid Nabi saw?
Kemuliaan Nabi saw tak ada bandingnya, ”Wamaa arsalnaaka ila rahmatan lil ’alamin.” Nabi saw bersabda, ”Bahwasanya aku dibangkitkan hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” Isi dan kandungan al Qur’an diajarkan secara langsung oleh Allah SWT pada Rasulullah. Tak heran jika Nabi Muhammad saw adalah al-Qur’an yang berjalan. Manusia yang berjalan di muka bumi dan sepenuhnya menjalankan perintah Allah SWT. Allah SWT pun memuji Rasul dengan sebutan, ”Sesungguhnya engkau wahai Muhammad, sungguh berada pada akhlak yang termulia.” (QS al-Qalam: 04).
Jazirah Arab dan sekitarnya pada saat itu juga berada pada masa kegelapan. Meski”kegelapan” saat itu berbeda dengan saat ini, tapi kemaksiatan, munkarat dan muharamat terjadi secara massal. Karenanya, salah satu penyembuh kondisi kekinian di seluruh dunia, termasuk Indonesia adalah ketika umat Islam sadar untuk meneladani akhlak utama, akhlak samawi, didikan Allah SWT yakni, mencontoh keluhuran Nabi Muhammad saw. Allah SWT berfirman, ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS al-Ahzab: 21)
Ironisnya, Maulid Nabi diperingati tiap tahun tapi kondisi umat semakin parah. Dimana salahnya?
Itulah realitanya. Sangat disayangkan. Maraknya kemaksiatan, munkarat dan muharamat ini tidak bisa dibendung lagi. Mereka menyebarkannya melalui semua saluran dan media yang ada di dunia ini, sehingga intensitas penyebaran dakwah dengan kemaksiatan tidak seimbang. Jauh lebih besar dan lebih banyak penyebaran kemaksiatan daripada dakwah. Inilah sebabnya mengapa teladan dan contoh dari sirah (sejarah) Rasulullah saw tenggelam dalam ”bilik-bilik sempit” sebagian kecil umat yang masih keukeuh menjaga izzah Islam dan Rasul-Nya. Sebagian besar umat justru larut dalam kemaksiatan.
Betul, di majelis-majelis zikir, umat ingat pada Allah SWT, tapi begitu keluar dari majelis umat langsung dipengaruhi oleh beragam kemaksiatan di sekitarnya, di jalan, di mal, di tempat umum, di kantor, di rumah dan lainnya kemaksiatan lebih mendominasi. Ayahanda (alm) Abah Syafi’ie suka menyebut kata-kata hikmah, “Bagaimana bangunan bisa berdiri sempurna jika engkau membangun tapi yang lainnya merobohkannya.” Inilah kondisi umat dan bangsa kita saat ini.
Padahal Allah SWT juga berfirman, “Andaikan penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya,” (QS al-A’raaf: 96). Itulah janji Allah SWT. Tapi keterangan dan janji Allah SWT ini diabaikan saja, karena begitu dominannya orang-orang yang merusak iman di negeri ini. Memang, di sini akhirnya membuka pintu jihad dalam dakwah. Terbuka juga pintu surga bagi umat yang ikhlas dalam kerja dakwah untuk “mencerahkan” kondisi umat yang berada dalam kegelapan. Di sini, tantangan dakwah juga sangat berat, perlu kader-kader dakwah yang tangguh dan organisasi solid yang saling bersinergi bukan saling sikut.
Berkaca pada perjuangan Rasul saw dalam membenahi peradaban jazirah Arab pada saat itu, adakah cara khusus yang bisa kita terapkan bagi perbaikan bangsa ini?
Nabi saw sebelum menjadi Rasul saja memiliki sifat al-amin (terpercaya) kejujurannya. Rasul saw tidak pernah bohong. Inikan sifat-sifat mulia. Siapa pun di antara umatnya yang meniru sifat-sifat Rasul saw, jujur, amanah, tidak berbohong dan lainnya, insya Allah akan sukses. Karena, ketidakjujuran di mana pun dibenci, tidak disukai oleh siapa pun. Mana bisa maju sebuah bisnis, perdagangan atau lembaga pemerintah jika dikelola dengan tidak jujur? Karenanya, bagi umat Islam, di mana pun, dalam posisi apapun harus bersifat jujur dan amanah. Sehingga, ketika harus menimbang, menakar dan mengukur harus tepat sesuai ukurannya, jangan mengurangi. Selain itu, ajaran Islam juga memerintahkan pada umatnya untuk bekerja keras dan jangan bermalas-malasan. Dari tiap usaha dan kerja keras yang dijalankan umat Islam dengan ikhlas selalu menyisihkan sedekah yang tidak kita sadari.
Petani misalnya, hasil panen atau tanamannya yang dimakan binatang itu merupakan sedekah ia dan keluarganya bagi makhluk Allah lainnya. Ini akan mendapat perhitungan pahala disisi Allah SWT. Demikian juga dengan hasil usaha atau bisnis kita yang kebetulan diambil oleh pencuri atau dikorup oleh anak buah kita itu adalah sedekah kita, jika kita ikhlas. Jadi, bagi Muslim tak ada alasan untuk bermalas-malasan dalam kondisi apapun kerena semuanya akan diperhitungkan Allah SWT.
Jadi, kejujuran Rasul sangat berpengaruh bagi kesuksesan kerja dakwah membangun peradaban Islam?
Betul. Kejujuran merupakan modal utama kesuksesan dakwah Rasulullah saw dalam membangun peradaban Islam, bahkan dalam segala hal. Secara umum tuntunan Rasul itu di antara sabdanya, ”Alaika bisidqi, assidqu yahdi ilal bir wal bir yahdi ilal jannah (Kejujuran memberi petunjuk berikutnya untuk berbuat kebajikan. Kebajikan itu akan membawanya ke surga).” Sebaliknya ”Wa innal kadziba yahdi ilal fujur wa innal fujur yahdi ila an nar (Kedustaan memberi petunjuk berikutnya pada kemaksiatan, yang akan menyeretnya menuju ke neraka).”
Kenapa Indonesia terpuruk? Karena tidak ada kejujuran dalam mengelola negara ini. Yang ada sumpah palsu. Bukankah semua pegawai negeri, pejabat dan pemimpin di negeri ini baik sipil maupun militer sudah disumpah menurut agama masing-masing? Tapi sumpahnya hanya di bibir saja. Demikian juga dengan para pengusaha dan konglomerat hitam yang bermain KKN dengan aparat, semua ini saling terkait yang mengakibatkan kehancuran bangsa ini.
Apa teladan Rasul saw yang jarang kita dengar tapi bermanfaat bagi kita sesuai kondisi umat saat ini?
Baik, mudah-mudahan saya diberi petunjuk oleh Allah SWT. Saat ini masih banyak Muslimin dan Muslimat yang belum mencintai Rasul sebagaimana yang seharusnya. Malahan banyak betul yang menyia-nyiakan umurnya, bukan saja dalam hal-hal yang tidak bermanfaat tapi malah terjerumus pada perbuatan maksiat, munkarat, mukharamat. Padahal, perbuatan-perbuatan ini sebenarnya menyakiti dan menzalimi dirinya sendiri.
Maka perlu diketahui oleh seluruh umat Islam bahwa Rasulullah saw sangat menyayangi kita, seluruh umatnya, melebihi sayangnya diri kita pada diri kita sendiri. Inilah yang seharusnya kita pahami secara mendalam. Karena itu, jika kita ingin selamat dunia akhirat, maka marilah kita patuh dan taat pada Rasulullah, “Siapa yang mentaati Rasulullah saw berarti ia telah mentaati Allah SWT.” Sekarang kondisinya lain, Rasul memerintahkan kita ke Barat, kita malah ke Timur.
Kita juga diperintahkan untuk berakhlakul kharimah kepada orangtua, keluarga, lingkungan horizontal, tetangga kiri kanan, tapi berapa banyak sebagian umatnya yang belum mentaati perintah-perintah ini. Seakan-akan umat ini hidup tanpa pedoman, padahal Rasul saw sudah menyiapkan dua pedoman hidup bagi kita yakni, al Qur’an dan Sunnah Rasul. Sekarang pun sangat mudah memperoleh hadist-hadist Rasul dan berbagai kitab karangan para ulama. Jika kita belum mampu membaca yang berbahasa Arab, terjemahannya juga sudah banyak dan mudah diperoleh.
Kebanyakan kita, meski tidak bermaksiat tapi malah melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat. Bahkan orang tua yang umurnya sudah kepala enam atau tujuh juga sama saja. Padahal, orang tua itu artinya sebelah kakinya sudah di lubang kubur. Tapi nggak sedikit para orang tua ini yang menghabiskan umurnya dengan memegang remote control TV siang dan malam. Padahal, sebagian besar acara TV tidak bermanfaat malah menjerumuskan kita pada perbuatan-perbuatan maksiat.
Ada sebuah pepatah Arab yang mengatakan, “Setiap satu napas bagaikan permata dan intan berlian yang tak ternilai harganya jika digunakan dalam rangka taat pada Allah SWT. Namun, akan menjadi penyesalah yang tiada tara jika umurmu yang satu napas itu digunakan untuk bermaksiat pada Allah dan Rasul-Nya.” Jadi, satu napas ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya nilainya melebihi permata dan intan berlian, tapi satu tarikan napas digunakan untuk bermaksiat juga akan menyebabkan penyesalan yang tak terbatas.
Mengapa begitu Kiai?
Dunia ini akan habis, bakal kiamat. Tapi pahala ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya tidak akan pernah habis, akan kita nikmati terus, abadi selamanya. Karena itu, satu napas ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya itu mutiara. Berapa banyak orang yang menghabiskan waktunya bertahun-tahun bergumul dengan kemaksiatan. Siapa mereka? Orang-orang yang tinggal dan menggantungkan nafkahnya di lembah hitam, di tempat pelacuran, mabuk, perjudian dan lainnya. Umurnya habis di tempat-tempat seperti ini.
Alangkah kelirunya, mereka telah menzalimi dirinya sendiri. Seharusnya kita sendiri yang menyayangi diri sendiri untuk meraih kehidupan yang penuh kenikmatan abadi di akhirat kelak. Allah menciptakan manusia bukan hanya untuk kehidupan di dunia saja. Hidup di dunia hanya singgah sebentar. Karenanya, umat harus memperkokoh keimanan dan akidahnya. Godaan di dunia ini sangat banyak.
TV itu apa? Melatih kita menjadi konsumtif, untuk kecantikan, penampilan, dan segala macam yang semuanya bermuara pada fisik, materi. Padahal, yang bersifat fisik dan materi akan hancur bagai debu beterbangan, tak bermakna. Jadi, andaikan sepekan sekali kita ngaji, mendalami Islam, ini belum sebanding dengan besarnya tantangan, cobaan, godaan, rintangan dan halangan yang harus kita taluklukkan. Sepekan sekali, intensitas kita mendalami Islam paling lama 2 jam, nonton TV, membaca bacaan yang tak bermanfaat, beraktivitas yang mubazir bahkan bermaksiat, bisa sehari penuh. Paham-paham yang bertentangan dengan Islam sangat mudah kita akses. Jika tidak kuat iman dan akidahnya, pasti akan hanyut pada kesesatan.
Padahal kita sudah diamanatkan oleh Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman, jaga dirimu dan ahlimu dari api neraka.” Siapa ahli kita? Penerus risalah Nabi Muhammad saw yakni, keturunan dan anak cucu kita. Tapi, di tengah-tengah kita masih banyak Pak Haji dan Bu Haji yang mengantarkan anaknya masuk ke sekolah Kristen. Coba dicek, nama-nama siswa di sekolah-sekolah Kristen, sebagian besar nama-nama Islam.
Nanti, di akhirat, mau nggak anak-anak itu masuk neraka sendiri, mereka pasti tidak mau. “Ya, Allah, panggil ayah dan ibuku. Merekalah penyebab aku ini murtad,” pinta anak-anak itu pada Allah. Hal ini pasti akan terjadi kelak. Oleh karena itu, orangtua yang memasukkan anaknya ke sekolah-sekolah Kristen, zending dan sebagainya, menangislah dari sekarang. Mereka menzalimi dirinya sendiri padahal Nabi saw sangat menyanyangi kita.
Tapi kecintaan Nabi saw itu tidak kita balas, kita malah terpesona dengan Yahudi dan Nasrani, terpesona dengan duniawi, agar rangkingnya hebat, maka disekolahkan ke sekolah yang berkualitas. Sekolah yang berkualitas katanya sekolah mereka. Tapi, mereka tidak menyadari bahwa iman menjadi korbannya, akhirnya anaknya murtad. Jika anak murtad bukan anak kita lagi. Contohnya, anaknya Nabi Nuh. Melihat anaknya karam, Nabi Nuh mengatakan, “Anakku itu ahliku.” Allah SWT menjawab, “Bukan anakmu lagi karena amalnya nggak shaleh.” Jadi, siapapun yang amalnya tidak shaleh dan murtad bukan keluarga lagi.